BATAM, TRIBUN - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden tentang Dewan Kawasan (DK) Free Trade Zone Batam, Bintan, Karimun (FTZ BBK) dan hal tersebut dibenarkan juga oleh Mensekneg Hatta Radjasa. Dalam Kepres ini, susunan personel DK, sesuai dengan usulan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono
Jadi dengan terbentuknya Dewan Kawasan, maka langkah selanjutnya adalah membentuk Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) di masing-masing wilayahnya. BPK itu nantinya akan dibentuk diwilayah penerima FTZ yaitu Batam, Bintan dan Karimun, sesuai dengan peraturan yang ada.
Untuk wilayah Kepulauan Riau menurut Gubernur Kepri Ismeth Abdullah, Dewan Kawasan (DK) ini nantinya akan berkedudukan di Tanjung Pinang dan diketuai dirinya selaku Gubernur Provinsi Kepri dan sebagai rekanan kerja Gubernur Kepri merangkul beberapa instansi untuk memperlancar hal tersebut.
Dari sumber yang sama menyatakan bahwa, sebagai representasi pemerintah pusat di daerah Menteri perekonomian menunjuk beberapa nama seperti Kakanwil II DJ Bea Cukai, Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak Prov Riau dan Prov Kepri, Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Prov Kepri, Kakanwil BPN Provinsi Kepri.
Sebagai operator daerah, pemerintah pusat juga memasukkan beberapa nama seperti Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Khusus untuk kepala badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas baik Batam, Bintan dan Karimun akan diatur selanjutnya. Saat ini, badan pengusahaan kawasan belum dimiliki oleh ketiga daerah penerima FTZ tersebut.
Dalam PP tersebut disebutkan juga bahwa untuk membantu pelaksanaan tugasnya, DK akan membuat tim konsultasi yang terdiri dari unsur pengusaha, Kadin, Apindo, dan himpunan kawasan industri, DK harus memperhatikan kebijakan umum Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan berkoordinasi dengan Dewan Nasional. Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun nantinya melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden secara berkala sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali.
Dari uraian tersebut yang panjang lebar dan sangat panjang tersebut, timbul pertanyaan besar bagi masyarakat pada umumnya yang telah melihat begitu banyak dan berentetan birokrasi APAKAH AKAN BERHASIL SEPERTI YANG DIHARAPKAN PENGUSAHA DAN MASYARAKAT, APAKAH HAL TERSEBUT TIDAK AKAN MENIMBULKAN Kak Kok Nongkron, dan hal negatif lainnya.
Yah semoga saja hal tersebut tidak bakalan terjadi, ya thoooo....!
Selasa, 13 Mei 2008
Penandatanganan Kepres Dewan Kawasan Nasional
Jumat, 09 Mei 2008
Free Trade Zone Terganggu Dewan Kawasan Nasional
Mengapa Dewan Kawasan Nasional (DKN) mempengaruhi FTZ-BBK?.
Untuk menjawab hal tersebut secara kita dapat mengingat kembali pernyataan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta Rajasa, "Dewan Kawasan (DK) akan ditetapkan setelah pemerintah membuat dulu Dewan Kawasan Nasional (DKN)".
Sedangkan Dewan Kawasan (DK-BBK) adalah nantinya merupakan pemilik Otoritas untuk mengelola FTZ-BBK.
Meskipun Undang-undang (UU) nomor 44 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, telah diundangkan pada 1 November 2007, dan beberapa saat sebelumnya yakni 20 Agustus 2007, telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46, 47, dan 48 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, namun realisasi dari kebijakan-kebijakan tersebut dalam praktiknya sampai saat ini belum efektif.(BP)
Hal tersebut terjadi karena memang DKN dipersepsikan sebuah lembaga struktural FTZ yang akan dibentuk Presiden dan akan membawahi seluruh DK-DK yang ada di kawasan FTZ Indonesia, sebagaimana sinyalemen Mensesneg Hatta Rajasa di atas. Dengan demikian, setiap DK harus bertanggung jawab ke DKN secara struktural.
Dengan adanya hal tersebut maka imbasnya terjadi juga pada FTZ-BBK, Investor masih banyak yang menunggu untuk investasi di BBK.
Dan apabila DK-BBK telah terbentuk, maka Kawasan FTZ-BBK merupakan Surga bagi Para Investor, segala kemudahan, fasilitas telah menunggu untuk dapat mereka nikmati.
Berita lengkap : Batam Pos - 09/05/2008
Senin, 05 Mei 2008
KPK Periksa Pejabat Batam
Batam Pos (06 Mei 2008), Diam-diam Komisi Pemberantas Korupsi) KPK memintai keterangan dari pejabat yang berwenang di Kota Batam (OB,Pemko Batam, & DPRD).
Mereka telah "mengendus" adanya aroma korupsi atas alokasi lahan/alih fungsi hutan lindung untuk dijadikan kawasan komersil.
Beberapa titik hutan yang sudah beralih fungsi antara lain, Hutan Wisata Mukakuning yang juga meliputi kawasan komersil Panbil, hingga akhir 2005, diperkirakan menyusut sampai 800 hektare. Tak cukup dengan hutan wisata, hutan lindung pun ikut dalam perubahan peruntukan sepihak itu. Bahkan, Hutan Lindung Batuampar I seluas 78,21 hektare, tak bersisa.
Hutan Lindung Batuampar III juga bernasib hampir serupa. Dari total luas 248.10 hektare, yang tersisa hanya 5.10 hektare saja. Semua berubah jadi ruko, perumahan, dan kawasan industri. Kawasan tangkapan air hutan Dam Baloi seluas 113 hektare juga berubah fungsi jadi kawasan komersial. Bahkan hutannya kini sudah banyak dibabat.
Berdasarkan catatan rekapitulasi tahun 2003 yang dibuat Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian Kota Batam, perubahan peruntukan hutan mencapai 1.618.91 hektare.
Mereka telah "mengendus" adanya aroma korupsi atas alokasi lahan/alih fungsi hutan lindung untuk dijadikan kawasan komersil.
Beberapa titik hutan yang sudah beralih fungsi antara lain, Hutan Wisata Mukakuning yang juga meliputi kawasan komersil Panbil, hingga akhir 2005, diperkirakan menyusut sampai 800 hektare. Tak cukup dengan hutan wisata, hutan lindung pun ikut dalam perubahan peruntukan sepihak itu. Bahkan, Hutan Lindung Batuampar I seluas 78,21 hektare, tak bersisa.
Hutan Lindung Batuampar III juga bernasib hampir serupa. Dari total luas 248.10 hektare, yang tersisa hanya 5.10 hektare saja. Semua berubah jadi ruko, perumahan, dan kawasan industri. Kawasan tangkapan air hutan Dam Baloi seluas 113 hektare juga berubah fungsi jadi kawasan komersial. Bahkan hutannya kini sudah banyak dibabat.
Berdasarkan catatan rekapitulasi tahun 2003 yang dibuat Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian Kota Batam, perubahan peruntukan hutan mencapai 1.618.91 hektare.
Langganan:
Postingan (Atom)